Wali dalam kalangan Sufi .
Orang kudus orang yang ada dibawah perlindungan khusus .Dalam literatur orientalis
biasa disebut saint .
Teori perwalian dalam kalangan sufi baru muncul pada akhir abad kesem bilan ketika sufi-sufi ahli tasauf yakni al Kharraj, Sahl at Tustari dan Hakim at Tirmidzi menulis tentang itu. Abu Qosim Abdul Karim al Qusyairi mengartikan wali dengan pengertian pasif, yaitu seorang yang diurutkan urusannya (tuwulliya), dan dalam pengertian aktif yaitu orang yang melakukan kepatuhan kepada Tuhan; wali-wali (auliya) diartikan sebagai teman teman Tuhan seperti disebut dalam surat Yunus 62
اَلآ اِنّ اَوْلِيَآ ءَ اللهِ لاَخَوءفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَهُمْ يَحْزَنُونْ
Ingatlah sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kehawatiran terhadap mereka dan tidak (pula ) mereka bersedih hati Yunus 62
Seorang tokoh sufi pada awal abad kesepuluh Abu Abdullah as Salimi , mengemukakan definisi wali sebagai berikut: mereka yang dapat dikenali karena bicara mereka yang baik-baik,tingkah laku yang sopan dan merendahkan diri, murah hati, tidak suka berselisih dan menerima permintaan ma’af dari siapa saja yang memina ma’af kepadanya, halus budi terhadap segala ciptaan,baik yang bagus maupun yang jelek.
Menurut Ibnu Arobi seseorang bisa disebut wali apabila ia sudah mencapai tingkatan makrifat (dalam literatur barat disebut gnosis), tingkatan tertingi dalam kalangan tasauf akhlaqi. Kaum sufi yakin bahwa makrifat (gnosis) bukan hasil pe mikiran manusia, tetapi tergantung kepada kehendak dan rahmat Tuhan; makrifat merupakan pemberian Tuhan kepada seorang sufi yang dipandang sanggup meneri manya .
Menurut al Qusyairi ada tiga alat untuk mencapai makrifat, yakni qolb atau kalbu (sering diterjemahkan dengan hati) untuk mengetahui sifat sifat Tuhan, roh (rohani) untuk mencintai Tuhan, dan sirr (sering diartikan dengan rahasia) yaitu alat paling halus yang ada pada manusia untuk melihat Tuhan. Imam al Gozali mendefinisi kan makrifat dengan penglihatan terhadap rahasia rahasia ketuhanan ,pengetahuan terhadap susunan tata aturan ketuhanan yang mencakup seluruh yang wujud
Penertian wali dalam dunia sufi sering menekankan dimensi mistiknya ,Ma kom- makom (tingkatan) awal seperti tobat, waro’,fakir, sabar, tawakal, dan rido perlu diperhatikan dalam memahami pengertian wali dalam dunia sufi.
Dalam dunia sufi dikenal pula hirarki kekuasaan kerohanian Tingkatan tingkatan hirarki itu ditempati oleh para wali sesuai dengan tingkat kesempurnaan kewalian yang dicapainya.Tingkatan kekuasaan rohani tertinggi disebut qutub (poros) atau gaus (pertolongan ) ;qutub atau gaus itu dikelilingi oleh tiga nuqob (pengganti), empat autad (tiang-tiang) tujuh abror (saleh) ,empat puluh abdal (para pengganti) ,tigaratus akhyar (para terpilih), dan empat ribu wali tersembunyi. Penguasa rohani itu berfungsi sebagai pemandu rohani kehidupan manusia. Kaum Syi’ah sering menghubungkan qutub/gaus ini dengan kedudukan imam imam yang tersembunyi .Sedangkan dalam kalangan Sunni ada yan menghubungkannya dengan Imam Mahdi Adapula yang mempunyai faham bahwa yang menduduki hirarki qutub/gaus adalah Malaikat Jibril dan Isrofil .
Konsep wali dalam dunia sufi ini merupakan masalah yang kontroversial. Muhamad Abduh, misalnya dalam Tafsir Al Manar nya ketika menafsirkan ayat 62 surat Yunus, mengartikan wali (auliya) sebagai lawan dari musuh musuh Allah swt, seperti orang kafir dan orang musyrik.
Wali atau auliya Allah swt, menurut Abduh adalah orang mukmin dan muttaqin (orang yang bertaqwa) sebagaiman ditunjukka pada ayat sesudahnya (Yunus 63). Konsep wali dalam pandangan sufi menurut Abduh adalah hayalan belaka oleh sebab itu bid’ah dan sesat .
Ibnu Katsir juga dalam tafsirnya tidak menyinggung konsep wali dengan pendekatan sufi. Menurutnya wali Allah swt ialah orang orang yang beriman dan ber taqwa; barangsiapa yang taqwa, itulah wali Allah swt. Ia tidak takut terhadap apa apa yang akan terjadi pada masa depan, termasuk hari akhirat, dan tidak menyesal atas apa yang telah diperbuatnya dimasa silam
Ibnu Mas’ud meriwayatkan, seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah saw tentang siapa sebenarnya yang dimaksud dengan wali Allah swt, Rasululla saw menjawab Wali Allah adalah orang orang yang diingatkan Allah melalui mimpi mereka HR Ahmad bin Hanbal. Hadits yang teksnya hampirserupa banyak diri wayatkan orang, misalnya dari Abi Duha (Muslim bin Hamadani Subaih w100H)dari Sa’id bin Juber (624-692), Wali /aulia Allah adalah orang orang yang apabila mimpi diingatkan Allah. Hadits-hadits yang diriwayatkan melalui beberapa sanad ini meru pakan jawaban Rasulullah saw atas pertanyaan sahabat berkaitan dengan surat Yunus ayat 62 itu .
Untuk mengambil jalan tengah mengenai kontroversi pembicaraan tentang wali ada ulama yang membagi dua Wali/auliya atas wilayah al ‘ammah (kewalian umum) yaitu derajat kewalian yang dimilki oleh orang orang mukmin dan muttaqin pada umumnya, dan wilayah al khoshoh (kewlian khushus) yaitu orang orang tertentu yang mencapai auliya dianugerahi derajat kewalian sebagaimana dapat difahami dari hadits Ibn Mas’ud tersebut diatas.Wali/auliya dalam kalangan sufi terlepas dari kontroversi pembicaraan tentang itu, termasuk dalam kategori wilayah al khoshoh.
Pembagian waliyullah.
Ustadz Haji Ali Haji Muhammad dalam bukunya Mengenal Tasuf dan Tarekat me nyebutkan bahwa tingkatan wali ada 36 tingkat . 1.Wali Qutub 2 Wali al Immah,3 Wali Autad,4 Wali Abdal, 5 Wali Nuqba, 6 Wali Nujba, 7Wali Hawari,8 Wali Rajbi, 9 Wali Khatami, 10 Rijalul Gaib,11 Rijalu Quwati Al Ilahiyaj,12 Rilau Hanani wal ‘Atfil Ilahy,13 Rijalu Haibah wal Jalal, 14 Rijalu al Fathi, 15 Rijalu Ma’arij Al Ula, 16 Rijalu Tahtil Asfal, 17 Rijalu Imdadil Ilahi wal Kaon, 18 Ilahiyun Rah maniyun, 19 Rijalul Istitoolah, 20 Rijaalul Gina Billah, 21Rijalu ‘Ainut Tahkim waz Zawa id, 22 Rijalul Istiqoq, 23 Al Mulamatiyah, 24 Al Fuqoro, 25 Als Shufiyah, 26 Al ‘Ibaad, 27. Al Zuhaad, 28 Rijalul Maai, 29Al Afrood, 30 Al Umana, 31 Al Qurro, 32 Al Ahbab, 33 Al Muhaddatsun, 34 Al Akhilla, 35 Al Samro u, 36 Al Wirotsah.