Most Post

Perkembangan Pondok Pesantren Suryalaya

Perkembangan Pondok Pesantren Suryalaya                 Masa KH Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad (Abah Sepuh).                 Riwayat...

Kamis, 18 Agustus 2011

Faidah Dzikir 3




(28)           اَنَّ العَطَأ والْفَضْلَ الذِّى رُتِّبَ عَلَيْهِ لَم يُتَرَتَّبْ عَلَىْ غَيْرِهِ مِن َالاَعْمَالِ كَمَا هُوَ مَذْكُورٌ فِى الاحَادِيْثِ
“Bahwa sebuah pemberian dan keutamaan  yang disusun untuk dzakir  dari beberapa ‘amal  belum pernah diberikan  kepada orang lain  sebagaimana disebutkan dalam hadit”
Bahwa Allah telah memberikan segalanya kepada makhlukNya  secara tartib, sesuatu yang tidak akan diberikan kepada yang lain sesuai dengan kehendakNya .

  (29)  اَنَّ دَوَاْمَ ذِكْرِ الرَّبِّ تَبَارَكَ وَتَعَالَى يُوْجِبُ الاَْمَانَ مِنَ النِسْيَانِ الذِّى هُوَ سَبَبُ شِقَاءِ العَبْدِ  فِى مَعَاْشِهِ                     وَمَعَاْدِهِ    
“Berdawam berdzikir  kepada Allah swt , wajib aman dari lupa, dimsana sifat lupa  dapat menyebabkan celaka bagi seseorang  didunia maupun  di masa depan” .

Orang yang dawam (terus-terus) berdzikir kepada Allah pasti dijamin dari sifat lupa, suatu sifat yang mengakibatkan orang menjadi celaka. Maka dengan mau berdikir dijamin untuk menjadi orang tidak pelupa .

(30)           اَنَّ الذِّكْرَ نُوْرُ الذَّاكِرِ  فِى الدُّنيَا  وَنُوْرٌ لَهُ فِى قُبُوْرِهِ
“Bahwa dzikir itu menerangi dzakir didunia dan di kuburnya” .


Didepan telah titerangkan bahwa dzikir itu adalah api , tetapi dzikir itu adalah cahaya. Cahaya adalah penerang baik di alam dunia maupun dialam kubur.

   (31) اَنَّ الذِّكْرَ  يُنَبِّهُ  القَلْبَ مِنْ نَوْمِ الغَفْلَةِ وَيُوقِيْظُهُ مِنْ سِنَتِهِ
“Bahwa dzikir adalah membangunkan kalbu dari goflah yang bagaikan sedang tidur nyenyak, dan mengingatkan orang dari lupa yang bagaikan orang yang sedang ngantuk” .
 
Tentu saja orang yang suka berdzikir dijaga oleh malaikat, maka apabila orang itu terjadi lupa maka malaikat akan memberikan peringatan dengan caranya sendiri .

   (32) اَنَّ الذِّكْرَ  شَجَرَةٌ  تَثْمُرُ الْمَعَارِفَ التِّى شَمَّرَ اِلَيْهَا السَّالِكُوْنَ
“Bahwa dzikir itu adalah bagaikan sebuah pohon  yang membuahkan ma’rifat, yang biasanya selalu dipersiapkan oleh para salikun (orang-orang yang melakukan ibadah)”.

Para salik selalu tekun, mereka yakin bahwa apa yang dilakukan adalah sebagai persiapan dimasa yang akan datang, karena mereka yakin  bahwa  dengan banyak berdzikir adalah  mereka akan mendapatkan apa yang disebut dengan ma’rifat .

(33)  اَنَّ الذَّاكِرَ  قَرِيْبٌ مِنْ مَذْكُوْرِهِ  وَمَذْكُوْرُهُ  مَعَهُ وَهَذِهِ المَعِيَةُ بِالقُربِ  وَالوِلاَيَةِ وَالمَحَبَّةِ وَالنَّصْرَةِ  وَالتَّوْفِيْقِ                                                                               

“Bahwa seorang dzakir adalah dekat kepada madzkurnya dan madzkurnya  beserta nya, penyertaan ini dikarenakan dekat, karena penguasaan, karena mahabbah, karena pertolongan  dan karena taufik” .

Kita tahu bahwa siapa saja yang dekat kepada orang lain secara lahir batin  pasti lebih mudah untuk menjadi partnernya, demikian juga orang yang dekat kepada Tuhannya akan menjadi lebih mudah untuk mendapatkan apa yang diinginkan.

(34) اَنَّ الذِّكْرَ يَعْدِلُ عِتْقَ  الرِّقَابِ وَنَفَقَةَ الاَمْوَالِ
“Bahwa dzikir itu menegakkan kemerdekaannya seorang hamba sahaya, serta merupakan harta nafkah baginya”.

Karena berdzikir  akan menghasilkan merasa dirinya dilihat oleh Allah, sehingga apabila ada kesempatan untuk menyeleweng, dia karena merasa dilihat, diawasi maka tidak akan terjadi penyelewengan, sehingga adillah yang dilakukannya.

(35) اَنَّ الذِّكْرَ رَأْسُ الشُّكرِ  فَمَا شَكَرَ اللهَ مَنْ لَم يَذْكُرْهُ
“Bahwa dzikir itu adalah puncaknya syukur, maka tidak akan bersyukur bila orang itu tidak mau ingat  atau tidak mau berdzikir”.

Memang bersyukur pertama kita mengetahui adalah dengan ucapan atau dengan gerakan, bagi seseorang yang bersyukur kepada Allah salah satunya adalah mau berdzikir kepadaNya .

(36 ) اَنَّ فِى القَلْبِ قَشْوَةً  لاَيَذْهَبُهَا  اِلاَّ ذِكْرُ اللهِ .
“Sesungguhnya dalam kalbu ada yang sangat keras, yang tidfak akan dapat  dihilangkan  kecuali dengan dzikrullah” .

Kalbu yang biasanya diterjemahkan hati, adalah benda yang lunak (tidak keras) tetapi kadang-kadang disebut juga hatinya keras sebagaimana dalam AlQur’an  menerangkan    ثُمَّ قَسَتْ قُلُوْبُهُمْ اَوْ أَشَدُّ قَسْوَة.   (kemudian hatinya keras atau lebih keras lagi).  Yang demikian orang – orang shufi berpendapat untuk menjadikan hati yang keras itu kembali tidak keras hanyalah dengan menggunakan dzikrullah.

 Sumber : Min abwabil Faroj


By Abu Bakar Bin Ahmad Mansor
(S.Kom.I., C.St., CH., CHt., NNLP.,)