Sanad menurut bahasa adalah sandaran, yang kita bersandar kepadanya, dalam ilmu hadits adalah jalan yang menyampaikan kita kepada matan hadits. Dalam bertarekat wajib ada sanad, yaitu yang membawakan pengamal tarekat melalui jalan itu sehingga sampai kepada Rasulullah saw, jalan itu biasa disebut juga silsilah atau mata rantai yang menyambungkan pengamal kepada Rasulullah saw, karena tarekat adalah sebuah jalan khusus untuk dilalui .
Tarekat dan sanadnya, kita tahu bahwa arti tarekat adalah jalan khusus untuk mendekatkan diri kepada Allah, dan bagi pengamal tarekat adalah wajib melakukan berdikir seperti telah diterangkan dalam bab talqin dan bai’at. Selanjutnya Nabi saw saw memberikan (mentalqinkan ) dzikir yang qolbiyah yang tanpa suara tetapi dirasakan dalam kalbu, sesuai denngan firman Allah swt dalam surat Al An’am 91:
قُل اللهُ ثُمَّ ذَر هُمْ فِى حَوْضِهِمْ يَلْعَبُونْ
“Katakan ……Allah…….(yang menururnkannya) kemudian ( setelah kamu menyam paikan Al Qur’an kepada mereka), biarkanlah mereka bermain dalam kesesaatannya”.
Dan surat Al A’rof 205 .
وَاذْكُرْ رَبَّكَ فِىنَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَخِيْفَةً وَدُوْنَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ وَالاَصَالِ وَلاَتَكُنْ مِنَ الْغَافِلِينْ
“Dan sebutlah nama Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, diwaktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai”.
Bagi orang yang sudah diberikan talqin dzikir berkewajiban untuk mengamal kan dzikir itu sesuai dengan petunjuk yang diberikannya. Seorang Syekh selalu membimbing muridnya baik langsung maupun tidak langsun. Langsungn disini artinya karena bertemu maka bermusyafahah, berdialog, bertanya-jawab sesuai kebutuhan muridnya dan Syekh memberikan petunjuk.
Mengenai sanad diterangkan dalam Miftahus Shudur bahwa siapapun yang tidak tahu bapaknya dan kakeknya dalam tarekat maka perkatannya atau pembicara annya adalah ditolak, dakwahnya tidak dapat diterima. Hal ini adalah benar karena bertarekat haruslah mu’tabaroh, yaitu harus memiliki dasar dari sumber ajaran Islam yaitu Al Qur’an dan Al Sunnah yang muttashil.
Dalam ulumul hadits apabila ada sebuah hadits yang sanadnya tidak muttasil maka hadits itu digolongkan hadits yang lemah, apalagi bila dalam sanad ditemukan beberapa tempat yang terputus. Rasulullah saw mengatakan dalam haditsnya bahwa Allah melaknat orang yang mengaku nasab kepada orang lain (bukan nasab sebe narnya) karena dengan nasab akan diketahui darimana dia berketurunan, demikian pula dalam tarekat kalau sanad sudah semrawut itu berarti hanya buat-buatan saja.
Imam Al Sya’roni dalam kitabnya Al Anwarul Qudsiyah menjelaskan bahwa para ahli tarekat telah bersepakat (berijma’) bahwa siapapun wajib memiliki guru yang memberikan petunjuk untuk mennghilangkan sifat-sifat yang tercela dihadapan Allah swt, dan yang demikian ahli ushul fikih mengatakan
مَا لاَيَتِمُّ الْوَاجِبُ اِلاَّ بِهِ فَهُوَ وَاجِبٌ
“Sesuatu yang bila wajib tidak akan dapat sempurna kecuali dengan sesuatu itu , maka sesuatu itu adalah wajib”.
Maka dengan demikian bahwa memiliki sanad yang muttasil sampai kepada Rasulullah saw adalah wajib. Bertarekat wajib ada sanadnya yang sampai kepada Rasulullah, karena memang kita wajib punya guru, sebagaimana diberikan contoh oleh Rasuluallah saw, bahwa beliau sendiri juga punya guru yaitu Malak Jibril, maka kalau kita tidak punya guru berarti kita tidak mengikuti jejak Rasulullah saw.
Bahwa tarekat adalah jalan khusus menuju Allah, Allah adalah Maha Suci Maha bersih, maka kita pun yang akan bertemu dengan Nya harus suci dan bersih pula sesuai dengan firmanNya surat Al Baqoroh 222
اِنَّ اللهَ يُحِبُّ التَّوَّابِيْنَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ
“Sesungguhnya Allah suka kepada orang-orang yang bertaubat dan suyka kepada orang-orang yang suci”.
Suci disini berarti suci lahir batin, orang yang lahirnya kotor/kena najis berarti tidak disukai Allah, demikian juga orang yang batinnya kotor/kena naijs tidak disukai Allah. Perbuatan kotor atau najis juga dapat diartikan perbuatan yang dinilai berdosa. Sebagimana disebutkan dalam surat Al An’am 120
وَذَرُواْ ظَاهِرَ الاِثْمِ وَبَاطِنَهُ
“Tinggalkanlah olehmu sekalian perbuatan dosa yang lahir dan perbuatan dosa yang batin”.
Orang yang melakukan dosa batin wajib mengobatinya sendiri, dosa batin adalah sebagaimana disebutkan dalam Al Qur’an, surat Al Baqoroh ayat 10.
فِى قُلُوْبِهِمْ مَرَضٌ فَزَادَهُمْ اللهُ مَرَضًا
“Dalam kalbu (hati) mereka terdapat sakit, maka Allah menambahkan sakitnya kepada mereka” .
Dalam surat Al Taubah ayat 125 disebutkan :
وَاَمَّا الَّذِيْنَ فِى قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ فَزَادَهُم رِجسًا اِلَى رِجْسِهِمْ وِمَاْتُوأ وَهُمْ كَاْفِرُونْ
“Dan adapun orang-orang yang didalam hati mereka ada penyakit, maka dengan surat itu mereka bertambah kekafiran mereka, disamping kekafirannya (yang telah ada) dan mereka mati dalam keadeaan kafir”.
Maka orang yang tidak punya sanad berarti tidak punya guru, kalau tidak punya guru akan sulit keluar (menghindar) dari penyakit kalbu, sedangkan penyakit kalbu obatnya adalah dengan selalu berdzikir kepada Allah, untuk dapat berdzikir yang terus-terus adalah harus ada guru, kalaupun dapat dari hasil membaca tetapi tidak akan dapat sempurna bahkan akan sia sia saja, dan agar sampai tujuan maka agar meminta kepada yang ahli sebagaimana disebutkan dalam Al Qur’an Al Nahl 43
فَسْئَلُوا اَهْلَ الذِّكْرِ اِنْ كُنْتُمْ لاَتَعْلَمُونْ
“Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan, jika kamu tidak mengetahui”.
Ulama salaf telah berijma’ bahwa siapapun yang nasab kaumnya tidak sah, karena sanad atau berantainya berguru terputus maka tidak sah pula untuk mentalqin dzikir, dan masalah talqin dzikir memang harus seizin dari gurunya (Mursyidnya) tidak asal saja karena bersifat ijazah. Hal ini karena dalam tarekat ada pertalian ikatan bathin dari murid ke guru yang sampai kepada Rasulullah saw dan akhirnya sampai pulalah kepada Allah swt. Jadi siapa saja yang tidak memiliki sanad atau mata rantai sampai kepada Rasulullah saw maka limpahannya akan terputus, dan bukan lagi warisan Nabi saw. Sehingga tidak dapat diambil bai’atnya.
Sumber: Miftahus Shudur dan Pengantar Ilmu Hadits
By Abu Bakar Bin Ahmad Mansor
(S.Kom.I., C.St., CH., CHt., NNLP.,)