Ibadah Nabi saw
Juga merupakan cikal bakal tasauf Nabi saw adalah orang yang paling tekun beribadah. Dalam satu riwayat dari Aisyah ra disebutkan bahwa pada suatu malam Nabi saw mengerjakan shalat malam, didalam shalat lututnya bergetar karena panjang dan banyak rakaat shalatnya. Tatkala ruku’ dan sujud terdengar suara tangisnya namun ia tetap melakukan shalat sampai adzan. Bilal bin Rabbah terdengar di waktu subuh. Melihat Nabi saw demikian tekun melakukan shalat Aisyah bertanya: “ Wahai junjunan ! bukankah dosamu yang tedahulu dan yang akan datang telah diampuni Allah ? Nabi saw menjawab: aku ingin menjadi hamba yang banyak bersyukur”. (HR Bukhari dan Muslim).
Selain banyak melakukan shalat Nabi saw banyak berdzikir. Ia berkata :
“ Sesungguhnya saya meminta ampun kepada Allah dan taubah kepadaNya setiap hari 70 kali (HR Tabrani). Dalam hadits lain dikatakan bahwa Nabi saw meminta ampun setiap hari 100 kali “ (HR Muslim). Selain itu Nabi saw banyak pula melakukan i’tikaf di dalam mesjid, terutama di bulan ramadhan.
Karena sudah tenggelam dalam bermunajat kepada Tuhan, suatu kali pernah ia lupa dengan Aisah. Hal ini diterangkan dalam hadits yang popular dalam tasauf . Dalam hadits tersebut diterangkan bahwa Nabi saw bertanya, “siapakah engkau ? Aisyah menjawab: Saya Aisyah. Nabi SAW bertanya pula Siapa Aisyah ? Aisyah menjawab Anak Al-Siddiq. Nabi SAW bertanya lagi siapa Al-Siddiq ? Aisyah menjawab Abu Bakar. Nabi SAW bertanya lagi siapa Abu Bakar ? selanjutnya Aisyah tidak mau menyahut lagi, ia sudah tahu bahwa Nabi sedang tenggelam dalam munajat kepada Allah swt. Oleh sebab itu hanya tubuh lahirnya yang masih kelihatan didekat Aisyah, tetapi bathinnya sedang berada didekat Allah.
Akhlak Nabi saw.
Merupakan acuan akhlak yang tiada bandingannya. Akhlak Nabi saw bukan hanya dipuji manusia tetapi juga oleh Allah swt. Hal ini dapat dilihat dalam firman Allah swt
وَ اِنَّكَ لَعَلَّى خُلُقٍ عَظِيْمٍ dan sesungguhnya kamu Muhammad benar-benar berbudi pekerti yng agung Q 68.4
Ketika Aisyah ditanya tentang akhlak Nabi saw, ia menjawab “akhlaknya adalah Al-Qur’an” HR Ahmad dam Muslim. Tingkah laku Nabi saw tercermin dalam kandungan Al-Qur’an sepenuhnya.
Dalam diri Nabi Muhammad saw terkumpul sift utama, yaitu rendah hati, lemah lembut, jujur, tidak suka mencari-cari cacad orang lain, sabar, dan tidak angkuh, santun, dan tidak mabuk pujian. Nabi saw selalu berusaha melupakan hal-hal yang tidak berkenan dihatinya dan tidak pernah berputus asa dalam usaha. Oleh sebaitu Nabi saw adalah tipe ideal bagi seluruh kaum muslimin, termasuk pula bagi para sufi. Hal ini sesuai dengan firman Allah swt dalam surat Al Ahzab ayat 21 :
لَقَدْ كَاْنَ لَكُمْ فِي رَسُوْلِ اللهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَاْنَ يَرْ جُوْ اللهَ وَاليَوْمَ الاَخِرِ وَذَكَرَ اللهَ كَثِيْرًا
”sesungguhnya telah ada pada diri rosulullah itu suri tauladan yang baik bagimu yaitu bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”.
Kehidupan empat sahabat Nabi saw
Sumber lain yang diacu oleh para sufi adalah kehidupan para sahabat Nabi saw yang berkaitan dengan keteguhan iman, ketaqwaan, kezuhudan dan budi pekerti luhur. Oleh sebab itu setiap orang yang meneliti kehidupan kerohanian dalam Islam tidak dapat mengabaikan kehidupan kerohanian para sahabat yang menumbuhkan kehidupan
sufi di abad-abad sesudahnya.
Kehidupan para sahabat dijadikan acuan oleh para sufi karena para sahabat sebagai murid langsung Rosulullah saw dalam segala perbuatan dan ucapan mereka senantiasa mengikuti kehidupan Nabi Muhammad saw. Oleh sebab itu prilaku kehidupan mereka dapat dikatakan sama dengan prilaku kehidupan Nabi saw kecuali dalam hal-hal tertentu yang khusus bagi Nabi saw. Setidak-tidaknya kehidupan para sahabat adalah kehidupan yang paling mirif dengan kehidupan yang dicontohkan oleh Nabi saw karena mereka menyaksikan apa yang diperbuat dan dituturkan oleh Nabi saw. Oleh karena itulah Al Qur’an memuji mereka.
وَالسَاْبِقُوْنَ الاَوَّلُوْنَ مِنَ المُهَاْ جِرِيْنَ وَالاَنْصَارِ وَالَّذِيْنَ اتَّبَعُوْهُمْ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ وَرَضُوْا عَنْهُ وَاَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الاَنْهَاْرُ خَاْلِدِيْنَ فِيْهَا اَبَدًا ذَلِكَ الفَوْزُ الْعَظِيمْ.
“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (termasukIslam) diantara orang-orang muhajirin dan anshor dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah rido kepada mereka dan mereka pun rido kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya, mereka kekal didalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar”.
Abu Nasor Al Saroj Al Tusi menuliskan didalam bukunya, Kitab Alluma’ tentang ucapan Abu ‘Utbah al Hulwani (salah seorang tabi’in) tentang kehidupan para sahabat “ maukah saya beri tahukan kepadamu tentang kehidupan para sahabat Rosulullah saw ? Pertama, bertemu dengan Allah lebih mereka sukai dari pada kehidupan duniawi. Kedua, mereka tidak takut kepada musuh, baik musuh itu sedikit maupun banyak. Ketiga, mereka tidak jatuh miskin dalam hal yang duniawi, dan mereka demikian percaya kepada rizqi Allah”.
Adapun kehidupan empat para sahabat Nabi saw yang dijadikan panutan oleh para sufi secara rinci dijelaskan di bawah ini.
Pertama Abu Bakar Al Shidiq pada mulanya ia adalah seorang saudagar Quraisy yang kaya. Setelah masuk islam ia menjadi seorang yang sangat sederhana. Ketika menghadapi perang Tabuk, Rosulullah saw bertanyan kepada para sahabat, siapakah yang bersedia memberikan harta bendanya di jalan Allah swt. Abu Bakar lah yang pertama menjawab “ saya ya Rosulullah” Akhirnya Abu Bakar memberikan seluruh harta kekayaannya untuk jalan Allah swt melihat hal demikian, Nabi saw bertanya kepadanya: “ Apa lagi yang tinggal untukmu wahai Abu Bakar ? “ Ia menjawab: cukup bagiku Allah dan RosulNya. Diriwayatkan bahwa selama 6 hari dalam seminggu Abu Bakar dalam keadaan lapar. Pada suatu hari Rasulullah pergi ke mesjid disana Nabi saw bertemu dengan Abu Bakar dan Umar bin Al Khotob kemudian ia bertanya: Kenapa anda berdua sudah ada di mesjid ? Kedua sahabat itu menjawab “ Karena menghibur lapar”. Di ceritakan pula bahwa Abu Bakar hanya memiliki sehelai pakaian. Ia berkata: Jika seseorang hamba begitu dipesonakan oleh hiasan dunia, Allah membencinya sampai ia meninggalkan hiasan itu. Oleh karena itu, Abu Nakar memilih taqwa sebagai pakaiannya. Ia menghiasi dirinya dengan sifat rendah hati, santun sabar dan selalu mendekatkan diri kepada Allah swt dengan ibadah dan dzikir.
Kedua Umar bin Khotob yang terkenal dengan keheningan jiwanya dan kebersihan kalbunya, sehingga Rosulullah saw bersabda: “ Allah telah menjadikan kebenaran pada lidah dan hati Umar”. Ia terkenal dengan kezuhudan dan kesederhanaannya. Diriwayatkan pada suatu ketika setelah ia menjabat sebagai khalifah, ia berpidato dengan memakai baju bertambal dua belas sobekan.
Diceritakan “ Abdullah bin Umar bin Khotob” ketika masih kecil bermain-main dengan anak-anak yang lain. Anak-anak itu semuanya mengejek Abdullah karena pakaian yang dipakainya penuh tambalan. Hal ini disampaikan kepada ayahnya yang ketika itu menjabat khalifah. Umar merasa sangat sedih karena tidak mempunyai uang untuk membeli pakaian untuk anaknya. Oleh sebab itu ia menulis surat kepada pegawai Baitul Maal minta dipinjami uang dan pada bulan depan akan dibayar dengan jalan memotong gajinya. Pegawai Baitul Maal menjawab surat itu dengan mengajukan satu pertanyaan, apakah yakin Umar umurnya akan sampai ke bulan depan. Maka dengan perasaan terharu dan diiringi dengan derai air mata Umar menulis lagi sepucuk surat kapada Baitul Maal bahwa ia tidak jadi meminjam uang karena tidak yakin umurnya sampai bulan yang akan datang.
Disebutkan dalam buku-buku tasauf dan biografinya, Umar menghabiskan malamnya untuk beribadah. Hal demikian dilakukan untuk mengimbangi waktu siangnya yang banyak tersita untuk kepentingan umat. Ia merasa pada waktu malamlah ia mempunyai kesempatan yang luas untuk menghadapkan hati dan wajahnya kepada Allah swt.
Ketiga Usman bin Affan yang menjadi teladan para sufi dalam banyak hal. Usman adalah seorang zuhud, tawaduk, banyak mengingat Allah swt, banyak membaca ayat-ayat Allah swt, dan memiliki akhlak yang terpuji. Diriwayatkan ketika menghadapi perang Tabuk, sementara kaum muslimin sedang menghadapi paceklik. Usman memberikan bantuan yang cukup besar berupa kendaraan dan perbekalan tentari. Diriwayatkan pula usman telah sebuah telaga milik seorang Yahudi untuk kaum muslimin. Hal ini dilakukan karena air dari telaga tersebut tidak boleh di ambil oleh kaum muslimin.
Dimasa pemerintah Abu Bakar terjadi kemarau panjang, banyak rakyat mengadu kepada khalifaj dengan menerangkan kesulitan hidup mereka. Seandainya rakyat tidak segera dibantu kaelaparan akan banyak merenggut nyawa. Pada masa paceklik inilah Usman menyumbangkan bahan makanan sebanyak seribi ekor unta.
Tentang ibadahnya diriwayatkan bahwa Usman terbunuh ketika ia membaca Al Qur’an. Tebasan perang pada pemberontak mengenainya ketika sedang membaca surat Al Baqoroh ayat 137
: ....فَسَيَكْفِيْكَهُمُ اللهُ , وَهُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيمْ .
“Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka. Dan Dia lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.
Ketika itu ia tidak sedikitpun beranjak dari tempatnya bahkan tidak mengijinkan orang mendekatinya. Ketika ia rebah berlumuran darah, mushhaf (kumpulan lembaran) Al Qur’an itu masih terpegang ditangannya.
Keempat Ali bin Abi Thalib yang tidak kurang pula keteladanannya dalam dunia kerohanian. Ia mendapat tempat khusus dikalangan para sufi. Bagi mereka, Ali merupakan guru kerohanian yang utama. Ali mendapat warisan khusus tentang ini dari Nabi saw. Selain itu ia juga memiliki ilmu laduni (ilmu dari sisi Allah swt). Abu Aly ar Ruzbary, seorang tokoh sufi, mengatalan bahwa Ali di anugerahi ilmu laduni. Ilmu itu, sebelumnya secara khusus diberikan Allah swt kepada Nabi hidir as, seperti firmannya :
.... وَ عَلَّمْنَاْهُ مِنْ لَدُنَّا عِلْمًا
“dan yang telah Kami ajarkan padanya ilmu dari sisi Allah” (al Kahfi ayat 65).
Kezuhudan dan kerendahan hati Ali terlihat pada kehidupannya yang sederhana. Ia tidak malu memakai pakaian yang bertambal, bahkan ia sendiri yang menambal pakaiannya yang robek. Suatu waktu ia pernah menjingjing daging di pasar, lalu orang menyapanya. Apakah tuan tidak malu membawa daging itu ya amirul mukminin ?. Kemudian dijawab yang saya bawa ini adalah barang halal, kenapa saya harus malu.
Abu Nasr al Siroj al Tusy berkomentar tentang Ali, katanya: “Diantara para sahabat Rosulullah saw Amirulmukminin Ali bin Abi Thalib memiliki keistimewaan tersendiri dengan pengertian-pengertiannya yang agung, isyarat-isyaratnya yang halus, kata-katanya yang unik, uraian dan ungkapannya tentang tauhid, makrifat, imanilmu, hal-hal yang luhur, dan sebagainya yang menjadi pegangan serta teladan para sufi.
By Abu Bakar Bin Ahmad Mansor
(S.Kom.I., C.St., CH., CHt., NNLP.,)