Syekh atau guru.
Dalam Ensiklopedi Islam disebutkan bahwa seorang guru atau syekh haruslah:
1.’Alim atau ahli dalam memberikan tuntunan kepada murid- muridnya dalam ilmu pengetahuan agama yang pokok.
2Mengenali segala sifat-sifat kesempurnaan hati dan hal-hal yang berkaitan dengannya
3. Memiliki rasa belas kasih terhadap kaum muslimin, terutama terhadap murid- muridnya
4. Pandai menyimpan rahasia murid- muridnya.
5. Tidak menyalah gunakan amanat murid-muridnya.
6.Tidak menyuruh murid-muridnya kecuali terhadap sesuatu yang layak dikerjakannya
7. Tidak terlalu banyak bergaul dan bercengkrama dengan murid- muridnya..
8. Mengusahakan segala ucapannya ,bersih dari pengaruh nafsu dan keinginan
9. Lapang dada dan ikhlas.
10.Memerintahkan berkholwat kepada murid yang memperlihatkan kebesaran dan ketinggian hati karena terlalu dekat bergaul dengannya.
11. Memelihara kehormatan diri dan kepercayaan murid-muridnya..
12. Memberikan petunjuk untuk memperbaiki keadaan murid-muridnya.
13. Memperhatikan dengan sungguh-sungguh terjadinya kebanggaan rohani yang timbul pada murid-muridnya yang masih dalam proses pendidikan.
14. Melarang murid-muridnya banyak berbicara dengan teman-temannya kecuali sangat penting.
15. Menyediakan tempat khalwat.
16. Menjaga diri agar murid-muridnya tidak melihat keadaannya dan sikap
hidupnya yang dapat mengurangi rasa hormat mereka.
17. Mencegah muridnya banyak makan.
18. Melarang muridnya berhubungan dengan syeh tarekat lain,jika membahayakan
19.Melarang muridnya sering berhubungan dengan pejabat, yang dapat membangkitkan duniawi.
20.Menggunakan kata-kata yang lembut, menarik dan memikat dalam hutbah-hutbahnya.
21. Segera memenuhi undangan orang yang mengundangnya dengan penuh perhatian
22. Bersikap tenang dan sabar ketika duduk bersama murid-muridnya.
23. Memperhatikan akhlak yang mulia ketika murid-muridnya datang bertamu
24 Memperhatikan keadaan murid-muridnya dengan menanyakan muridnya yang tidak hadir dalam pertemuan mereka
Untuk dapat melaksanakan tarekat dengan baik,seorang murid hendaknya mengikuti jejak dan melaksakan perintah dan anjuran yang diberikan mursyidnya. Ia tidak boleh mecari-cari keringanan dalam melaksakan amaliyah yang sudah ditetapkan dengan segala kekuatannya ia harus mengekang hawa nafsu untuk men hindari dosa dan noda yang dapat merusak amal. Ia juga harus memperbanyak wirid dikir dan do’a serta memanfa’atkan waktu seefectif dan seefisien mungkin.
Untuk tidak melanggar hukum Agama ,murid harus belajar ilmu pengeta huan yang bekaitan dengan syari’at
Biasanya untuk melaksanakan aktivitas tarekat secara baik, pengikut tarekat secara baik, pengikut tarekat dimasukan kesebuah tempat husus yang dinamakan ribath(tempat belajar), zawiyah(tempat ibadah kaum sufi) atau khanqoh.Ditempat inilah amaliah tarekat dilaksanakan, baik berupa dzikir (ingatan yang terus tertuju kepada Alloh swt dengan lidah terus menyebut namaNya), ratib(mengucap la ilaha illaloh), pembacaan wirid-wirid atau syair-syair tertentu yang diiringi dengan bunyi-bunyian seperti rebana dan melakukan menari mengiringi wirid yang dibaca, maupun berupa pengaturan napas yang berisi dzikir tertentu.
Tarekat banyak muncul pada abad ke 6 dan ke 7 Hijriyah ketika tasawuf menempati posisi penting dalam kehidupan umat Islam dan dijadikan sebagai filsafat hidup. Pada priode ini tasauf memiliki aturan-aturan, prinsip, dan sitem khusus, sedangkan sebelumnya taswuf dipraktekkan secara individual disana-sini tanpa adanya ikatan satu sama lain. Dalam perkembangan selanjutnya tarekat menjadi semacam organisasi atau perguruan dan kegiatanpun semakin meluas, tidak terbatas pada dzikir dan wirid atau amalan tertentu saja, tetepi juga pada masalah-masalah lain yang bersifat duniawi .Bahkan ada beberapa kelompok tarekat yang melibatkan diri dalam kegiatan politik, seperti tarekat Sanusiyah yang menentang penjajahn Italia di Libia, tarekat Tijaniah yang menentang penjajahan Perancis di Afrika utara, dan tarekat Syafawiyah yang melahirkan kerajaan Syafawy di Persia (Iran) .
Didalam dunia Islam tarekat berkembang pesat, sehingga besar jumlahnya yang cukup terkenal diantaranya ialah Tarekat Qodiriyah yang didirikan oleh Syekh Abdul Qodir Al Jaelani (470-561 H )Tarekat Rifa’iyah yang dinisbatkan kepada Syeh Akmad bin Aly Abul Abas Al Rifa’i (w 578 H /1183 M )Tarekat Suhrowadiyah yang dinisbatkan kepada Abu An Najib As Suhrowardi (490-563 H) dan anak saudaranya, Syihabuddin Abu Hafs Umar bin Abdullah As Suhrowardi (493-632 H ); Tarekat Syadziliyah yang dinisbatkan kepada Abu al Hasan As Syadzily (w686 H), dan Tarekat Naqsyabandiyah yang dinisbatkan kepada Muhammad bin Muhamad Bahaudin Al Uwaesy al Bukhary Al Naqsyabandy (717-791 H ).
Daftar nama nama Tarekat dan para pendirinya.
No: Nama Tarekat Pendiri Berpusat di
1. AMDHAMIYAH Ibrahim bin Aam DamaskusSuriah
2. AHMADIYAH Mirza Gulam Ahmad Qodia India
3. ALAWIYAH Abu Abas Ahmad bn Mstf Mostaganen Aljajair
4. ALWANIYAH Syekh Alwan Jiddah Arab
5. AMMARIYAH Ammar bn Senna Constantine
6. ASYAQIYAH Hasanuddin Istambul
7. ASYROFIYAH Asyrof Rumi Cin Iznik Turki
8. ABAIYAH Abdul Gani Adrianopel Turki
9. BAHEAMIYAH Haji Bahrami Ankara Turki
10. BAKRIYAH Abu Bakar Wafai Aleppo Suriah
11. BEKTASYI Bektasyi Veli Kir Sher Turki
12. BISTAMIYAH Abu Yazid Al Bistami Jabal Bistam Iran
13. GULSYANIYAH Ibrahim Gulsyani Cairo Mesir
14. HADDADIYAH Syh Abdlh bin Alwy Alhdd Hijaz Arab Saudi
15. IDRISIYAH Syekh Ahmad bin Idris Asir Arab Sa’udi
16. IGHITBASYIYAH Syamsudin Magnesia Yunani
17. JALWATIYAH Pir Uffadi Busro Turki
18. JAMALIYAH Jamaludin Istambul Turki
19. KABRAWIYAH Najmuddin Khurasan Iran
20. QODIRIYAH Abdul Qodir Jaelai Bagdad Iraq
21. HALWATIYAH Umar Al Halwaty Kaysani Turki
22. MAULAWIYAH Jalaludin Al Rumi Konya Anatoliya
23. MURODIYAH Murod Syami Istambul Turki
24. NAQSYABANDIYAH Muhd bn Muhd bn Uws Bhr Qasri Arifah Turki
25. NIZAMIYAH Muh Niyaz Lemnos Yunani
26. NIKMATALAHIYAH Syah Wali Nikmatillah Kirman Iran
27. NURBAKHSYIYAH Muh Nurbakhs Khurasan Iran
28. NURUDDINIYAH Nuruddin Istambul Turki
29. RIFAIYAH Sy Ahmad Rifa’i Bagdad Iraq
30. SADIYAH Sa’dudin Jibawy Damaskus Iraq
31. SAFAWIYAH Safiudin Ardebil Iran
32. SANUSIYAH Sidi Muh bn Aly As Sanusi Tripoli Libanon
33. SAQOTIYAH Sirry Saqty Bagdad Iraq
34. SIDDIQIYAH Kiyai Mukhtar Mukti Jombang Jatim
35. SINAN UMIYAH Alim Sinan Ummi Awali Turky
36. SUHROWARDIYAH Abu Najib Suhr & Syhbdn Bagdad Iraq
37. SUNBULIYAH Sunbul Yusuf Bulawi Istamnbul Turki
38. SYAMSIYAH Samsuddin Madinah Arab
39. SYATARIYAH Abdullah Ayatar India
40. SYADZILIYAH Abul Hasan Aly As Syadzaly Makkah
41. TIJANIYAH Abul Abas At Tijany Fes Maroko
42. UMM SUNANIYAH Syekh Umm Sunan Istambul Turki
43. WAHABIYAH Muhammad bin Abd Wahab Nejd Aran
44. ZAINIYAH Zainudin Kufah Iraq
Dan masih banyak lagi yang belum terdata secara lengkap
Sumber : Ensi .
Landasan Tarekat.
Landasan un tuk berpijak tarekat adalah Al Qur’an dan As Sunnah, serta hasil riyadoh Guru /Syekh tarekat itu sendiri yang kemudian diikuti oleh murid muridnya. Jadi semua kegiatan yang berlandaskan kepada Al Qur’an dan As Sunnah adalah benar dan dalam bahasa Arab disebut dengan mu’tabar /mu’taba roh. Apabila pelaksanaan itu tidak dilandaskan dua tersebut berarti tarekat itu adalah tidak mu’tabaroh, dan perkembangan ijtihad selanjutnya adalah sama dengan para fuqoha yaitu menggunakan qiyas dan ijma’, apalagi di Indonesia yang mayoritas ber Madhab As Syafi’i tentu saja berpegang kepadanya.Sekalipun tentunya ada beberapa hal lain yang mengikuti Madhab selain As Syafi’i. Karena dimanapun tidak akan murni 100% menggunakan satu Madhab .
Bagi seorang Mursyid boleh saja melakukan ijtihad-ijtihad tersendiri, dalam melaksanakan ubudiyah dan lain-lainnya selama hasilnya itu tidak berlawanan dengan pokok dari Al Qur’an dan As Sunnah, missal seorang Mursyid memberikan pelajaran /memberikan talqinnya dengan cara ngobrol saja disuatu tempat kepada seorang muridnya. Kejadian hal ini tidak dipersalahkan karena itu adalah wewenang seorang Syekh, karena essensinya adalah memberikan pelajaran, walaupun ada hadits yang meberikan contoh talqin dengan cara duduk berhadapan dan lututnya di temukan dengan lutut Syekhnya.
Seorang Mursyid tentunya sudah mendapat ijin (ma’dzun) dari Mursyidnya dikala beliau menjadi muridnya, yang dalam ilmu hadits disebut tahammul (meneri ma), setelah ma’dzun berubahlah beliau dapat memberikan kepada orang lain yang memintanya yang dalam ilmu hadits disebut ada (menyampaikan). Etikanya memang harus meminta, sesuai dengan
Firman Allah suratAn Nahl ayat 43
فَاسْئَلُواْ اَهْلَ الذِّكْرِ اِنْ كُنْتُمْ لاَ تَعْلَمُوْنَ
Izin dalam hal ini berarti diberikan kewenangan untuk memberikan pelajaran tarekat karena tidak semua orang yang sudah belajar dapat memberikan kepada orang lain kacuali hanya memberikan penjelasan saja yang dalam penjelasan itu tidak mempunyai arti mengajarkan atau disebut mentalqin. Bahkan bagi seorang yang sudah bertarekat dapat diberikan penjelasan oleh yang seniornya dalam rangka membina sesamanya sebab Al Qur’an itu sendiri memberikan keleluasaan kepada umat Islam untuk mengambil contoh dari yang ada.
surat Al Hasyar ayat 2
فَاعْتَبِرُوْا يَا اُوْلِى الاَلْبَاْبِ
Maka apabila seorang yang sudah tahu kemudian mengajarkan kepada orang lain tapa seizin Mursyidnya adalah tidak boleh. Dan Guru (Mursyid) berwenang untuk menentukan hal itu. Wewenang seperti itu tidak mempunyai arti bahwa seorang murid tidak boleh berijtihad sendiri, namun persoalan ini adalah hanyalah mengenai ketorekatan saja. Hal-hal yang lain silahkan saja berijtihad misal mengenai permasalahan fikih dan lainnya, selain masalah yang sempit ini didalam pertalqinan.
Seorang Mursyid harus muttasil sanadnya sampai Rasulullah saw, apabila tidak muttasil berarti apa yang diberikannya itu kurang kuat, dan sebagaimana dalam syarat syarat Mursyid beliau harus pandai juga ilmu-ilmu lain, missal ilmu tauhid, ilmu fikih dan lain sebagainya, karena bagaimanapun mau beribadah yang betul betul khusyuk tentu saja ilmu tauhid dan ilmu fikihnya tidak ketinggalan. Kita sering mendengar suatu ungkapan yang dikemukakan Imam Malik
مَنْ تَفَقَّهَ وَلا تَتَصَوَّفَ فَقَدْ تَفَسَّقَ وَمَنْ تَصَوَّفَ وَلاَتَفَقَّهَ فَقَدْ تَزَنْدَقَ وَمَنْ تَصَوَّفَ وَتَفَقَّهَ فَقَدْ تَحَقَّقَ
Artinya: orang memakai fikih tidak memakai tasauf itu adalah sama dengan orang fasik, demikian pula orang memakai tasauf tanpa memakai fikih itu adalah sama de ngan orang zindik, dan apabila memakai fikih disertai tasauf itu adalah yang man tap.(zindik= kotor/orang yang membuat penyimpangan dlm menafsirkan Qur’an)
Bertasauf disini adalah melakukan perbuatan ibadah sesuai dengan tuntunan ibadah, sedangkan beribadah caranya diatur oleh ilmu fikih, maka orang yang bertashauf sudah pasti melakukan aturan ibadahnya sesuai dengan tuntunan fikih. Tetapi tidak cukup diatur dengan fikih saja melainkan ilmu yang pertama kali harus dipelajari adalah ilmu tauhid (aqidah), karena tauhid menjadi landasan yang sangat essensi, karena bagaimanapun ibadah diatur dengan baik, tetap akan mudah diganggu oleh syetan, tetapi apabila ilmu tauhidnya sudah mantap pasti dapat membedakan mana yang sebenarnya dihadapi sewaktu beribadah, tidak dapat diikuti oleh syetan .
Memakai fikih dengan sebaik baiknya itupun dalam beribadah tidak akan dapat menjamin yang terbaik, kalau tidak disertai dengan aqidah dan tashaufnya kare na bila tidak lengkap akan mudah juga diganggu oleh syetan. Sering kita dapati contoh yang dikemukakan oleh ulama-ulama, seorang yang betul-betul beribadah sesuai aturan fikih tetapi tidak memiliki ilmu tauhid dan tasauf, dia mudah digoda oleh syetan, misal seorang yang sedang tekun ibadah tiba-tiba datanglah syetan menhadap dalam bentuk seorang yang oleh si abid dianggap malaikat; Karena memang dia mengaku malaikat dan mengatakan bahwa ia ibadahnya sudah dianggap cukup agar berhenti saja, si abid kemudian berhenti ibadahnya karena merasa sudah cukup dan sudah diterima. Tetapi kalau orang itu bertauhid dan bertashauf dengan memiliki ilmunya, dia beribadah sungguh-sungguh lalu datang syetan yang mengaku dia seorang malaikat dan memberi tahukan bahwa ibadahnya sudah dapat diterima maka si abid tidak akan percaya, bahkan syetan yang mengaku malaikat itu dilawannya,
Alangkah benarnya bila ia seorang ‘abid dengan dilengkapi ilmu aqidah dan tasaufnya, maka dia ibadahnya akan sangat mantap, tidak mudah atau bahkan tidak dapat diganggu seperti telah diterangkan .
Seorang guru Mursyid selalu membimbing muridnya kearah yang terbaik, diadakan latihan-latihan pendekatan diri kepada Allah dan diberikan ilmu-ilmu yang sangat dibutuhkan agar muridnya dapat mencapai maqom yang ditujunya. Beliau merasa bertanggungjawabb atas asuhannya sebagaimana disebutkan dalam
hadits Nabi saw
كُلُّكُمْ رَاْعٍ وَكُلُّ رَاْعٍ مَسْؤُلٌ عَنْ رَعِيَتِهِ
Artinya: kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan ditanya pertanggungja wabannya dari apa yang dipimpinnya .”
Seorang Syekh tidak henti-hentinya mengontrol muridnya yang banyak atau yang sangat banyak, karena beliau bertanggungjawab. Beliau akan memberikan peringatan kepada muridnya yang diketahui tidak mengerjakan tugasnya, dan membe rikan pelajaran tambahan untuk meningkatkan martabat atau maqom muridnya yang ta’at. Dengan segala kemampuan baik lahir maupun batin seorang Mursyid meman taunya sehingga muridnya berhasil .
Bagi Syekh torekat Qodiriyah dan Naqsyabandiyah yang sangat beliau perhatikan selain urusan yang berkaitan dengan pelajaran fikih juga dengan amalan-amalan yang berhubungan dengan aqidah serta ketashaufannya. Dan yang sangat menojol adalah mengenai dzikru Allah, karena dengan dzikru Allah sebagai alat embersih qolbu, dan sebagai penyembuh penyakit qolbu, sehingga qolbu menjadi bersih dari segala kotoran .
Sumber : Ensi .
By Abu Bakar Bin Ahmad Mansor
(S.Kom.I., C.St., CH., CHt., NNLP.,)