Most Post

Perkembangan Pondok Pesantren Suryalaya

Perkembangan Pondok Pesantren Suryalaya                 Masa KH Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad (Abah Sepuh).                 Riwayat...

Kamis, 18 Agustus 2011

Metode Penyampaian



Allah swt menjelaskan bahwa risalah Nabi saww dimulai dari pembacaan ayat kepada masyarakat, kemudian mengajarkan hikmah-hikmahnya dan pembenahan diri. Risalah tersebut merupakan tanggung jawab para Nabi untuk mengajak umat manusia kepada Tauhid. Dalam surat Al Jum`ah, ayat 2 di katakan:” Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan hikmah”. Allah swt telah mengajarkan pelbagai metode dakwah kepada Rasulullah dan rahasia dari metode dakwah yang beraneka ragam ini dikarenakan adanya perbedaan dan tingkatan pada intelektual quality (IQ) manusia sehingga daya pemahaman mereka tidak sama, meskipun fitrah mereka sama. Obyek Quran yang berbeda-beda ini menuntut metode dakwah yang variatif sehingga orang yang mempunyai IQ tinggi, tidak merasa sombong dan tetap memerlukan pesan-pesan wahyu dan sebaliknya bagi orang yang memiliki IQ rendah juga dapat menjangkau pesan-pesan wahyu tersebut.  Oleh karena itu, Al Quran di samping menunjukkan metode dakwahnya  dengan bentuk hikmah, nasehat yang baik serta sanggahan yang bagus, ia juga menunjukkannya dalam bentuk perumpamaan, supaya dapat dijangkau oleh orang awam sekaligus menjadi penekanan untuk orang alim yang pada intinya dapat diserap oleh semuanya. Jalan hikmah, nasehat baik, serta sanggahan yang bagus dari satu sisi dan perumpamaan serta cerita-cerita dari sisi lain merupakan  metode yang komprehensif dalam dakwah dan hal ini sebagai karakteristik Al Quran yang tidak ditemukan dalam    kitab-kitab lainnya. Di samping Al Quran menggunakan premis tertentu untuk menguatkan bukti-bukti atas klaimnya, ia juga menggunakan perumpamaan agar difahami dengan mudah. Dalam surat Az Zumar, ayat 27 Allah swt berfirman:” Sesungguhnya Telah kami buatkan bagi manusia dalam Al Quran Ini setiap macam perumpamaan supaya mereka dapat pelajaran”. Untuk lebih jelasnya, kita perhatikan Burhan Tamaanu`(bukti kontradiksi) yang dijelaskan dengan Qiyas Istitsna`i dalam Al Quran. Sesuai logika Aristotelian Qiyas ini tersusun dari dua unsur muqaddam dan tali.  Proposisi  kondisional serta susunan Muqaddam dan Talinya berada dalam surat Al An biyaa`,ayat 22, yang berbunyi:“ Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu Telah rusak. Maka Maha Suci Allah yang mempunyai 'Arsy dari pada apa yang mereka sifatkan”. Proposisi predikatif dan gugurnya Tali tercantum dalam surat Al Mulk, ayat 3 yang berbunyi:“ Yang Telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka Lihatlah berulang-ulang, Adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang? surat Al Mulk, ayat 4 yang berbunyi : Kemudian pandanglah sekali lagi niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itupun dalam keadaan payah”.
Penjelasan tentang argumen tamanu` diatas ialah, Tuhan yang berbilang merupakan faktor rusaknya tatanan yang terdapat di langit maupun di bumi. Tetapi tidak kita saksikan adanya gesekan maupun kekacauan pada tatanan alam ini, sebaliknya tatanan yang terdapat di langit maupun muka bumi berjalan tertib sesuai dengan tugas masing-masing. Dengan demikian gugurlah klaim tentang Tuhan berbilang tersebut. argumen Tamanu` ini juga dikemas dalam perumpamaan dengan penjelasan bahwa apakah seorang budak yang memiliki beberapa tuan yang berbeda kehendak dan kepentingan  sama dengan seorang budak yang hanya mempunyai satu tuan yang bijaksana?   Artinya, budak pertama bekerja dengan tidak teratur karena perintah yang berbeda-beda, namun lain hal nya dengan budak kedua, ia bekerja dengan teratur atas satu perintah. Perumpamaan ini terdapat pada surat Az Zumar, ayat 29 yang berbunyi:“ Allah membuat perumpamaan (yaitu) seorang laki-laki (budak) yang dimiliki oleh beberapa orang yang berserikat yang dalam perselisihan dan seorang budak yang menjadi milik penuh dari seorang laki-laki (saja); Adakah kedua budak itu sama halnya? segala puji bagi Allah tetapi kebanyakan mereka tidak Mengetahui”.

By Abu Bakar Bin Ahmad Mansor
(S.Kom.I., C.St., CH., CHt., NNLP.,)